Jumat, 12 November 2010

Mengapa bahasa yunani di gunakan dalam Perjanjian Baru4

D. Kesimpulan
Bahasa Yunani merupakan bahasa yang digunakan tulisan-tulisan pada Perjanjian Baru (PB), kitab suci umat Nasrani. Walau dapat dipastikan bahwa Yesus dan murid-muridnya yang tinggal di daerah Yudea-Samaria (daerah Palestina) berbahasa Aramaik sebagai bahasa ibu, namun tak bisa dipungkiri bahwa Yesus hidup pada zaman dan masyarakat yang sudah terpengaruh bahasa dan budaya Yunani, yang disebut masyarakat helenis. Masyarakat helenis terbentuk ketika Aleksander Agung menaklukkan Yunani dan sebagian besar wilayah mulai dari Mesir sampai ke India, dimana kemudian bangsa Yunani membawa keluar budaya serta bahasanya yang disebut helenisasi. Namun demikian, pengaruh helenisasi tidak begitu kental terasa bagi rakyat jelata yang faktanya adalah mereka golangan terbanyak. Pertanyaannya, jika demikian mengapa bahasa Yunani yang digunakan untuk menulis PB?

Jawabannya :
karena semua tulisan pada PB yang ada pada kita sekarang dapat diperkirakan telah ditulis oleh orang-orang yang memang tidak berbahasa ibu bahasa Aramaik, walau secara keturunan mereka pada asalnya berbahasa Aramaik. Tulisan PB yang paling tua, yakni tulisan-tulisan yang dipercaya dan ditulis oleh Paulus sendiri, adalah seorang Yahudi keturunan yang tinggal di Tarsus, sebuah kota helenis. Paulus bisa dipastikan memang berbahasa ibu bahasa Yunani, walau mungkin mengerti bahasa Aramaik atau Ibrani. Keempat tulisan yang berbentuk 'injil' yang kita jumpai sekarang, kemungkinan besar ditulis oleh orang-orang yang memang berbahasa ibu Yunani, walau tradisi yang digunakan mereka bisa saja ditelusuri sampai kepada tradisi berbahasa Aramaik. Bahkan tulisan Injil menurut Yohanes, merupakan tulisan berbentuk injil yang tata bahasa Yunaninya cukup bagus, menyiratkan kepada kita bahwa penulisnya dididik dalam pendidikan helenis. Walau tata bahasa Yunani yang digunakan pada tulisan Injil menurut Matius dan Injil menurut Markus dapat dibilang tidak bagus, itu karena mereka bukan dari golongan terpelajar yang dididik secara helenis, melainkan hanya rakyat jelata yang hidup di tengah masyarakat helenis.
Sistem aksara Yunani otomatis digunakan pada tulisan-tulisan PB. Aksara Yunani adalah salah satu aksara kuno yang telah digunakan sejak abad ke-10 SM sampai zaman modern sekarang. Aksara Yunani kemungkinan besar merupakan turunan dari sistem aksara Funesia pada sekitar abad ke-11, sistem aksara yang saat ini diketahui merupakan sitem aksara tertua di dunia. Sistem aksara Yunani luas dipakai dikalangan masyarakat helenis. Huruf-huruf dalam sistem aksara ini banyak dipinjam oleh sistem aksara lain seperti sistem aksara Latin, Koptik (aksara Mesir setelah zaman aksara Hiroglif) dan Sirilik (aksara yang digunakan oleh Uni Sovyet, negara-negara Balkan dan Asia Tengah, serta Mongolia

Mengapa bahasa yunani di gunakan dalam Perjanjian Baru3

C. Sejarah Penetapan Perjanjian Baru
Ajaran Paulus yang banyak mengandung mitos-mitos Yunani ternyata banyak mendapatkan dukungan dari orang-orang di sekitar Mediterania, Laut Tengah. Diantara para pendukungnya tersebut terdapat Ireneus (150-202 M), Tertulianus (155-220 M), Origens (185-254 M), dan Anthanasius (298-377 M). Anthanasius sendiri dikenal sebagai pelopor lahirnya dogma trinitas dalam sidang Nicea pada tahun 325 M. Di belakangnya berdiri pula Santo Agustinus (354-430 M) dan Gregoryus Nyssa (335-394 M). Mereka ini ikut berpikir dan berunding untuk memecahkan persoalan tentang Tuhan itu tiga tetapi satu. Maka tidaklah mengherankan bila kemudian kita mendengarkan ada konsili-konsili seperti konsili Nicea, konsili Efesus, konsili Alexandria dan lain-lain, di mana pada tiap-tiap konsili akan lahir pula suatu 'perkembangan baru dari Tuhan.'Dalam Konsili Nicea Kaisar Konstantin yang agung mengumpulkan tiga ratus pastur untuk membuat suatu ketetapan. Mereka mengadakan kesepakatan dan mufakat tentang Injil yang benar. Tetapi ternyata mereka bukan memilih kebenaran berdasarkan historis dan pertukaran pikiran yang logis, tapi mereka menumpuk semua Injil yang ada di bawah meja makan malam kudus. Lalu mereka berdoa kepada Allah agar Injil yang benar terangkat ke atas meja dan membiarkan yang dianggap palsu tetap di bawah.

Setelah peristiwa ini, Kaisar Konstantin pun mengeluarkan dekritnya. Ia menyatakan bahwa semua Injil yang berbeda dengan keempat Injil (yang berlaku sampai sekarang) sebagai Injil palsu dan harus dibakar. Sayangnya pada masa itu, ternyata tidak semua orang mau menerima ajaran Paulus. Meskipun Kaisar Konstantin telah membuat satu ketetapan baku yang harus dipatuhi semua rakyatnya nyatanya masih ada golongan-golongan seperti Nestorius (338-440 M) dan Arius (270-350 M) yang giat menentang. Kedua golongan ini terkenal dengan kegigihannya mempertahankan keyakinan bahwa tiada lain yang patut disembah melainkan Allah. Akibat dari pertentangan mereka inilah akhirnya timbul perburuan manusia yang tiada tara. Siapapun yang tidak mau mengikuti perintah Kaisar Konstantin, diasingkan ke seluruh negeri, bahkan di eksekusi dengan cara dibakar hidup-hidup, diadu dengan singa, diseret oleh kuda dan bahkan dihukum injak dengan seekor gajah.

Pater Mochim dalam bukunya 'Sejarah Gereja' antara lain menerangkan bahwa dekrit itu sudah jelas zalim dan tidak masuk akal. Sayangnya, setelah Kaisar Konstantin merasa bersalah dan membatalkan dekritnya, Arius yang diasingkan sudah meninggal sebelum sempat menerima keputusan pembatalan dekrit tersebut.Perjanjian Baru pun ditetapkan terdiri dari 27 kitab, yaitu Injil Matius, Injil Markus, Injil Lukas, Injil Yohanes, Kisah Para Rasul, dan surat-surat Paulus kepada jemaat Roma, jemaat Korintus, jemaat Galatia, jemaat Efesus, jemaat Filipi, jemaat Kolose, jemaat Tesalonika, Timotius, Titus, Filmon, orang Ibrani, kepada Yakobus, kepada Petrus, kepada Yohanes dan kemudian Wahyu kepada Yohanes. Kumpulan kitab-kitab pilihan itu disetujui juga oleh Paus Glasios pada tahun 492-496 M. Lalu diberinya ijin berkembang secara resmi. Maka sejak itu Perjanjian Baru berkembang pesat di kalangan umat Nasrani. Sebetulnya masih ada 158 Injil dan kitab lainnya yang dikatakan oleh para penafsir dan kalangan gereja sebagai Injil yang kudus.

Mengapa bahasa yunani di gunakan dalam Perjanjian Baru2

B. Asal Mula
Kata Injil berasal dari bahasa Yunani. Asal katanya adalah euaggelion. Dalam bahasa Yunani berarti hadiah, yang diberikan kepada orang yang mendengarkan berita gembira.Bahasa Yunani bukan bahasa Yesus sendiri tetapi bahasa kaumnya. Pada waktu itu ia sendiri menggunakan bahasa Aramea. Jadi kata Injil tidak pernah disebutkan dalam risalah Yesus atau pada kitab sucinya. Tetapi mungkin kata "berita gembira" atau yang menyerupainya dalam bahasa Aramea. Bahasa itu masih bersaudara dengan bahasa Arab dan bahasa Ibrani.

• Dalam Perjanjian Baru kata Injil disebutkan beberapa kali, tapi bukan dalam arti kitab. Hanya dalam arti kabar gembira atau kabar baik. Penggunaan kata Injil sebagai kitab suci yang dibawa Yesus baru digunakan pada pertengahan abad kedua Masehi. Ini berarti sesudah Yesus wafat seratusan tahun kemudian.Umat Nasrani pada masa itu tidak memiliki keseragaman pendapat. Secara garis besar jemaat Nasrani terpecah menjadi dua golongan besar, yaitu Nasrani bertradisi Yahudi dan Nasrani bertradisi Yunani. Nasrani bertradisi Yunani inilah yang nantinya menjadi akar tumbuhnya umat Kristen di masa depan. Dalam hal ini Dr. C. Groenen ofm dalam bukunya 'Sejarah dogma Kristologi' mengungkapkan:
• Justru orang Yahudi yang berkebudayaan Yunani (diistilahkan: Helenis) sekitar tahun 40 mulai menyebarkan iman kepercayaan Nasrani di luar Palestina, tidak hanya di Samaria, tetapi juga di daerah Syiria, Mesir, dan Afrika Utara. Dan pewartaan juga diarahkan kepada orang bukan Yahudi, yang 'Yunani' tanpa latar belakang tradisi Yahudi, seperti halnya dengan orang Yahudi yang berkebudayaan Yunani di Diaspora. Akibatnya: pengaruh alam pikiran Yunani atas refleksi umat mengenai iman kepercayaannya bertambah besar dan kuat. Dua-tiga generasi Kristen pertama tentu tidak seluruhnya lepas dari asal-usulnya, lingkup Yahudi pribumi. Tetapi asal-usul itu semakin bergabung dengan alam pikiran Yunani dan akhirnya unsur Yunani menjadi unsur utama dalam pemikiran umat Nasrani.
Alam pikiran Yunani pada awal tarikh Masehi memang serba sinkretis. Di dalamnya terserap bermacam-macam unsur dari kebudayaan-kebudayaan lain, tetapi secara dasariah alam pikiran itu tetap Yunani. Sinkretisme itu meliputi segala sesuatu dan boleh dikatakan terutama pemikiran religiuslah yang serba sinkretis. Segala apa dicampuradukkan melebur menjadi satu, tetapi sekaligus kabur tidak keruan. Dan di samping sinkretisme populer itu masih ada aliran filsafat bermacam-macam, yang berpangkal pada tokoh-tokoh seperti Plato, Aristoteles, Epikurus, Zenon (Stoa), Diogenes dan sebagainya. Dan filsafat itu sedikit banyak 'merakyat' ke mana-mana dan juga bercampur aduk. Orang-orang Yahudi di Diaspora, yang berkebudayaan Yunani tentu saja tidak terluput dari sinkretisme umum itu."

Mengapa bahasa yunani di gunakan dalam Perjanjian Baru1

A. Pendahuluan
Perjanjian Baru merupakan kitab suci umat Nasrani. PB seluruhnya ditulis dengan menggunakan bahasa Yunani kuno pasaran (Koine). Penulisannya menggunakan sistem aksara yunani kuno yang dikenal dengan istilah alfabet. Istilah ini berasal dari dua simbol atau huruf pertama dalam sistem aksara ini yakni alfa (α) dan beta (β). Sistem aksara ini tetap digunakan sampai sekarang, namun dengan pelafalan yang berbeda dengan zaman kuno. memahami hal itu ada baiknya kita melihat latar belakang bahasa yang dipergunakan di Palestina pada abad pertama dimana Perjanjian Baru ditulis. Kita sudah mengetahui bahwa sejak abad-5sM (zaman Ezra, Neh.8:9), bahasa Ibrani yang terdiri hanya huruf-huruf konsonan sudah tidak dimengerti oleh umumnya orang Yahudi, dan sebagai bahasa percakapan kemudian digantikan oleh bahasa Aram. Alexander (abad-4sM) raja Yunani yang menguasai kawasan dari Yunani, Asyur, Media, Babilonia, sampai Mesir, menyebabkan pengaruh helenisasi menguasai Palestina pula, lebih-lebih dibawah wangsa Ptolomeus dan Seleucus pada abad-3-1sM helenisasi khususnya bahasa makin tertanam di Palestina sehingga kitab Tenakh Ibrani diterjemahkan ke dalam bahasa Yunani menjadi Septuaginta di Aleksandria (abad-3-2sM). Masa itu sebagian umat Yahudi sudah tidak lagi bisa berbicara bahasa Ibrani kecuali mereka yang menjadi ahli kitab yang bertugas di Bait Allah dalam salin-menyalin kitab suci.
"Bahasa Yunani menjadi bahasa resmi di pengadilan dan bahasa pergaulan sehari-hari, seperti yang terlihat dalam tulisan-tulisan di atas papirus, surat-surat cinta, tagihan, resep, mantera, esai, puisi, biografi, dan surat-surat dagang, semuanya tertulis dalam bahasa Yunani, bahkan tetap demikian hingga masa pendudukan Romawi. ... bahasa Aram menggantikan bahasa Ibrani sebagai bahasa pergaulan di Palestina, dan Helenisme mendesak Yudaisme." (Merril C. Tenney, Survey Perjanjian Baru, h.23-24, 29)."Bahasa Yunani, secara meluas dimengerti di Palestina, terutama di ´Galilea wilayah bangsa-bangsa lain´ seperti yang disebut dalam Mat.4:15. ... agar berhasil dalam perdagangan, penguasaan bilingual adalah keharusan. Bilingualisme memiliki akar historis pada abad-2sM ketika wangsa Seleukus melakukan kebijakan helenisasi penduduk Palestina. Sekalipun reaksi Makabe menunda sejenak proses helenisasi, tanpa bisa dicegah budaya dan bahasa Yunani meresapi Palestina."
Bahasa Aram sebagai bahasa ibu diiringi bahasa Yunani koine digunakan oleh Yesus dan para Rasul dalam pemberitaan Injilnya, dan bukan Tenakh Ibrani melainkan Septuaginta Yunanilah yang digunakan oleh umat pada saat awal kekristenan. Sebagian besar kutipan Perjanjian Lama dalam Perjanjian Baru dikutip dari Septuaginta, sisanya dari berbagai naskah Ibrani."Septuaginta ... Pada masa Kristus, kitab tersebut telah tersebar luas di antara para Perserakan di wilayah Timur Tengah dan menjadi Kitab Suci Jemaat Kristen yang mula-mula." "Septuaginta adalah Alkitab yang digunakan oleh Yesus dan para rasul. Sebagian besar kutipan Perjanjian Lama dalam Perjanjian Baru dikutip langsung dari Septuaginta, sekalipun itu berbeda dengan teks Masoret."
………….Perjanjian Baru ditulis dalam bahasa Yunani, dibawah bayang-bayang Septuaginta yang menerjemahkan Yahweh/Adonai menjadi ´Kurios´ dan El/Elohim/Eloah dengan ´Theos.´ Bahasa Yunani yang populer adalah bahasa Yunani Koine (umum) dan bukan bahasa Yunani tinggi (Attic) yang digunakan dalam kesusasteraan Yunani klasik. "Pada abad pertama, Yunani Koine, telah menjadi lingua franca di seluruh kerajaan Romawi."
Kitab-kitab Perjanjian Baru menggunakan bahasa Yunani Koine yang bervariasi sesuai dengan kemampuan bahasa penulisnya, misalnya kitab Lukas, Kisah dan Yakobus bahasa Yunaninya bagus tetapi bahasa Yunani kitab Wahyu kurang baik tatabahasanya.
Kitab-kitab Perjanjian Baru ditulis dalam bahasa Yunani pada sekitar tengah kedua abad-1M, dan pada abad-2M diterjemahkan ke dalam bahasa Aram Siria (Old Syraic) yang dikenal sebagai Alkitab Peshitta, dan juga diterjemahkan ke dalam bahasa Latin Kuno (Old Latin).

Selasa, 09 November 2010

Kegelapan di Tengah Malam

Ketika saya masih kecil, keluarga kami berkunjung ke sebuah tambang tembaga tua. Setelah turun ke dalam tambang itu, pemandu kami tiba- tiba memadamkan senternya dan kami pun diliputi kegelapan yang terasa mencekam. Seakan-akan kami dapat menyentuh kegelapan tersebut.
Selama bertahun-tahun berlalu, kenangan tersebut mengingatkan saya berulang kali tentang perkataan Yesus yang berkaitan dengan orang yang terhilang, yang “dicampakkan ke dalam kegelapan yang paling gelap” (Matius 8:12). Kegelapan di dalam gua selama beberapa saat sudah begitu mencekam, dan coba bayangkan bagaimana rasanya apabila kegelapan itu berlangsung selamanya!
Pada zaman sekarang, kita sudah jarang mendengar pembicaraan tentang neraka. Namun, itu bukan berarti tidak ada tempat semacam itu.
Pernahkah Anda memikirkan di mana Anda akan menghabiskan waktu dalam kekekalan? Berdasarkan Kitab Suci, Anda dapat melewatkan kekekalan pada salah satu dari kedua tempat ini, yakni surga atau neraka.
Jika Anda belum tahu persis tentang surga, mengapa Anda tidak berdoa seperti ini sekarang juga, “Tuhan Yesus, saya percaya Engkau mati di kayu salib untuk dosa-dosa saya dan bangkit dari kematian. Sekarang saya menerima-Mu sebagai Juruselamat saya. Saya tidak ingin menjadi yang terhilang. Saya ingin masuk surga. Selamatkanlah saya!”
Yesus berjanji, “Barang siapa datang kepadaku, ia tidak akan Kubuang” (Yohanes 6:37) —Richard De Haan
SETIAP PENDOSA PASTI DIAMPUNI ATAU JIKA TIDAK, DIHUKUM

Selasa, 02 November 2010

Hakikat dan Sifat-Sifat (Atribut) Allah


Kita tentu sudah mengetahui sifat-sifat tradisional Allah yang telah sering dikumandangkan melalui mimbar dan pelajaran agama. Akan tetapi, Dieter Becker mengingatkan ajaran tradisional tentang sifat-sifat Allah mengandung bahaya memberi bobot yang terlalu besar pada criteria yang tidak sesuai. Sifat-sifat Allah tidak boleh dibagi menurut pokok pandangan yang sekunder. Pada dasarnya susunan dasar hakikat Allah digambarkan sebagai “kudus” dan “kasih.” Kedua sifat tersebut bukanlah sifat yang senada dengan sifat-sifat yang lain. Keduanya bahkan tidak boleh dibagi-bagi, melainkan harus menjadi titik tolak suatu penggolongan yang sesuai.
Pembicaraan mengenai hakikat dan pembagian sifat-sifat Allah (ada juga yang menyebutnya sebagai atribut ilahi) ini memang bisa menghasilkan keragaman pendapat. Sebagian mengidentifikasikan kategori yang terpisah untuk mengidentifikasikan Pribadi Allah dengan mendaftarkan gambaran seperti spiritualitas, pribadi, imensitas dan kekekalan. Namun ada juga yang menolak pengkategorian atribut, seperti Charles Ryrie dan J. Oliver Buswell, Jr.

Nama-Nama Allah
Ada sekian nama, gelar atau gambaran tentang Allah dalam PL dan dari sekian banyak itu pada umumnya memakai tiga kata dasar utama  el, elohim dan Yahweh/Yehovah. Sebenarnya Elohim adalah bentuk jamak dari El dan kedua istilah ini ternyata dapat dipakai secara bergantian (mis: Kel. 34:14; Mzm. 18:32; Ul. 32:17, 21). Elohim menekankan ketransendenan Allah di mana Ia melampaui semua yang lain yang dipanggil Allah.
Nama berikutnya, Yahweh, merupakan terjemahan kata Ibrani tetragammaton (ekspresi empat huruf) YHWH. Orang-orang Yahudi pada umumnya sangat menghormati nama ini sehingga dalam pengucapannya tidak berani menyebut nama YHWH dan menggantinya dengan kata adonai. Dengan nama Yahweh ini, Allah mengidentifikasikan diri-Nya dalam relasi pribadi-Nya dengan umat-Nya, Israel. Sedangkan adonai merupakan penekanan terhadap hubungan pelayan dan tuan (Kej. 24:9) mengungkapkan otoritas Tuhan sebagai yang berdaulat dalam pemerintahan-Nya dan kemutlakkan otoritas-Nya (Mzm. 8:2; Hos. 12:14).

    Tuhan yang kita sembah adalah YESUS KRISTUS yang adalAh  Tuhan yang maha Esa. Tuhan yang maha Esa itu menyatakan diri-Nya dalam  tiga Pribadi (Bapa, Anak dan Roh Kudus) namun tetap  Esa  dari kekal  sampai kekal  yang disebut Allah Tri Tunggal, tiga Pribadi kekal itu dalm satu dan satu dalam tiga (Matius 28:19)
Allah Tri Tunggal masing-masing  bekerja  sesuai dengan bagian-Nya tetapi untuk satu tujuan satu kuasa dan keperluan bersama. Nama ketiga yang Esa itu adalah

   1. ALLAH BAPA, Sang Pencipta, Penguasa dan Perancang dari alam semesta dan segala isinya. Nehemia 9:6
   2. ALLAH ANAK,  Firman  yang telah menjadi manuisa dan menjadi sang juru selamat. Yohanes 1:14
   3. ALLAH ROH KUDUS, Hadirat Tuhan yang bekerja sebagai pengajar, penolong, penghibur, sumber kekuatan urapan dan  yang menguduskan gereja-Nya.

Nama Tuhan beserta sifat-sifat-Nya  yang terdapat dalam Perjanjian Lama:
   1. Jehovah Jireh  = Tuhan yang mencukupkan. Kejadian 22:14, Mazmur 34:11
   2. Jehovah Rapha =  Tuhan yang menyembuhkan . Keluaran 15:26
   3. Jehovah Nissi  =  Tuhan itu panji-panjiku. Kel 17:15
   4. Jehovah Shalom = Tuhan damai sejahtera dan sukacita, Hakim 6:24, 1 Raja-raja 2:33
   5. Jehovah Rohi =  Tuhan adalah gembalaku Mazmur 23
   6. Jehovah Tsikednu = Tuhan keadilan dan kebenaran, Yeremia 23:6, 33 : 6
   7. Jehovah Shammah = Tuhan maha hadir, maha tahu, maha kuasa, Yehezkiel 48:35, Why 11:156-17
   8. Jehovah M”kadesh = Tuhan yang menguduskan, Imamat 20:8.
   9. Jehovah Sabaoth = Tuhan semesta Alam

Sifat Tuhan yang dinyatakan dalam perbuatan-Nya
   1. Tuhan itu baik dan benar. Segala sesuatu pada mulanya dicipta-kan Tuhan itu baik adanya dan hal tersebut adalah suatu perluas-an dari sifat Tuhan sendiri. Tuhan itu baik secara khusus kepada umat-Nya di dalam kebenaran. Mazmur 145:18-20.
   2. Tuhan itu kasih , ungkapan utama dari kasih-Nya adalah dengan mengutus anak-Nya yang tunggal yaitu Yesus Kristus untuk mati dikayu salib dan menebus dosa  orang yang berdosa. 1 Yohanes 4: 8-10.
   3. Tuhan itu murah hati dan penyayang . seharusnya manusia itu  dibinasakan oleh Tuhan, tetapi sebaliknya Dia menawarkan  pengampunan sebagai karunia Cuma-Cuma untuk diterima  melalui iman kepada Yesus Kristus . Mazmur 108:3, Kel 34:6, Ul.4:31.
   4. Tuhan itu sabar , Tuhan sabar dengan  memberikan  kesempatan kepada setiap orang  untuk  sadar dan bertobat. 2 Petrus 3:9, Kel,34:6 Bil.14:18.
   5. Tuhan itu setia , Dia akan melaksanakan apa yang  telah dinyatakan, dijanjikan dan peringatan dalam Firman-Nya. Ulangan 7:9, Mazmur 103:8


CIPTAAN ALLAH
Alam Semesta
Acuan yang paling sering dipakai dalam membicarakan penciptaan Allah adalah Kejadian 1. Pada pasal itu dijelaskan bagaimana Allah menciptakan dunia dan seisinya. Ada beberapa penafsiran yang cukup menarik perhatian seputar penciptaan menurut Alkitab, misalnya: yang pertama adalah penafsiran Origenes (185-254). Karena pengaruh dari Neo-Platonisme, ia menganggap Kejadian 1 hanya bersifat alegoris. Pendapat Origenes ini kemudian ditentang oleh penafsiran kedua, yang disuarakan oleh Tertullianus (120-225) yang menyatakan Kejadian 1 menyatakan karya Allah dalam menjadikan dan ini cocok dengan fakta yang ada.
Dalam perkembangannya kemudian muncullah pandangan modern tentang susunan alam semesta, yang dipelopori oleh Copernicus, Galilei dan Newton, menimbulkan cara penafsiran yang baru terhadap Kejadian 1. Lalu pada tahun 1682 Thomas Burnett menyimpulkan dunia yang pertama sudah dibinasakan oleh air bah pada zaman Nuh sesuai dengan 2 Petrus 3:6. Oleh sebab itu, dunia yang sekarang ini adalah dunia yang baru, yang sudah tidak sama lagi karena air bah meneybabkan permukaan bumi dan permukaan bintang-bintang berubah, kecuali bintang Jupiter. Kesuburan yang berlebihan dan umur manusia yang panjang pun menjadi berakhir karena poros bumi menjadi miring. Di sini dapat kita lihat bagaimana Burnett mencoba memberi tempat bagi bahan-bahan hasil penyelidikan geologi dalam penafsiran Alkitab.
Kemudian pada abad ke-18 muncul suatu teori yang disebut teori konkordansi. Teori ini mengajarkan bahwa ada konkordansi atau kesesuaian di antara cerita Alkitab tentang penjadian dengan tahapan-tahapan waktu di dalam geologi. Dalam perkembangannya kemudian, muncul penafsiran yang bersifat profetis-historis oleh J. H. Kutz. Namun karena persatnya perkembangan ilmu pengetahuan, maka sifat profetis ini pun lalu dilepaskan sehingga bahan-bahan Alkitab tidak lagi mendapat perhatian yang sewajarnya. Teori ini disebut juga teori ideal yang mengajarkan bahwa kita harus melepaskan arti harafiah dari Kejadian 1 dan mengambil “ide”nya saja. Jadi, dari uraian di atas kita bisa menyimpulkan bahwa semenjak ilmu pengetahuan berkembang, ada banyak usaha para teolog untuk menghadapi tantangan ilmu pengetahuan modern.
Alkitab sendiri selain di kitab Kejadian, juga menyaksikan tentang penciptaan alam semesta di bagian-bagian lain, seperti: Yesaya 40:22; Mazmur 24:2; 104:3.

Kanonisasi Alkitab

Istilah kanon berasal dari bahasa Yunani yang berarti 'tongkat pengukur, standar atau norma'. Secara historis, Alkitab telah menjadi norma yang berotoritas bagi iman dan kehidupan bergereja. Proses pengkanonan ini dilakukan oleh berpuluh-puluh ahli kitab suci dan bahasa yang dengan teliti dan serius memilah-milah banyak tulisan yang dianggap suci untuk menemukan kitab-kitab yang benar-benar suci dan diwahyukan Allah untuk kemudian dijadikan satu.

Tanda-tanda kanonitas meliputi:

*Kitab tersebut ditulis atau disahkan oleh para nabi/rasul.
*Kitab tersebut diakui otoritasnya di kalangan gereja mula-mula.
*Kitab tersebut mengajarkan hal yang selaras dengan kitab-kitab lainnya yang jelas termasuk dalam kanon.


Kanon Perjanjian Lama (PL)
Diawali oleh tulisan Musa, koleksi kanon PL yang mayoritas dalam bahasa Ibrani secara progresif akhirnya terbentuk sejak sekitar tahun 400 SM.

1. Loh batu yang berisi 10 hukum ditaruh dalam Tabut Perjanjian (Keluaran 40:20). Loh batu tersebut masih dalam tabut ketika Salomo membawa tabut tersebut ke dalam Bait Allah yang baru saja didirikan (1 Raja-raja 8:9).
2. Kitab Taurat yang ditulis oleh Musa ditaruh di samping tabut Tuhan sebagai saksi atas kesalahan Israel (Ulangan 31:24-26; Keluaran 24:7).
3. Yosua menulis sebuah kitab yang melanjutkan kitab Taurat (Yosua 24:26).
4. Samuel menulis sebuah kitab, lalu ditaruh di hadapan Tuhan ( 1 Samuel 10:25).
5.Allah menggerakan orang lain untuk melanjutkan mencatat, misalnya:
Kisah Daud oleh Nathan dan Gad (1 Tawarikh 29:29)
Kisah Salomo oleh: Nathan, Ahia, Ido (2 Tawarikh 9:29)
6.Banyak mazmur yang ditulis oleh Daud, dan kitab nabi-nabi yang memakai nama nabi-nabi tersebut.
7. Dalam Yeremia 36:1-32 menceritakan Yeremia setelah bernubuat selama 23 tahun, baru diperintahkan Allah untuk menuliskannya. Setelah ditulis, kemudian dibacakan di hadapan raja Yoyakim. Tetapi raja membakar gulungan tulisan tersebut.
Kemudian Allah menggerakkan Yeremia untuk menulis lagi dan memberikan Yeremia banyak berita lagi. Dalam Yeremia 36:25 ditulis ada orang-orang yang memohon supaya raja jangan membakar gulungan tulisan tersebut. Ini menunjukkan bahwa mereka percaya gulungan tulisan tersebut adalah Firman Allah.
8.,Ketika Israel ditawan ke Babilonia, mereka membawa serta kitab Taurat.
Sebab Ezra menyelidiki Taurat di Babilonia dan membawa Taurat tersebut kembali ke Yerusalem (Ezra 7:6,14; Nehemia 8:1-2). Yang dimaksudkan Taurat (the Book of the Law) di sini diperkirakan adalah seluruh kitab PL yang telah ditulis saat itu.
9. Diperkirakan Ezra yang mengumpulkan semua kitab nabi-nabi paling akhir dalam PL dan menyatukannya menjadi kanon yang paling lengkap pada tahun 400 SM.
10. Sekitar tahun 200 SM (sekitar 280-150 SM), PL terjemahkan ke dalam bahasa Yunani yang disebut Septuaginta. Penterjemahan ini dilakukan di Mesir. Pada waktu itu banyak orang Yahudi yang tinggal di Mesir. Fakta bahwa pada waktu itu PL telah diterjemahkan, berarti bahwa kanon PL telah lengkap dan semua kitab itu diterima sebagai Alkitab.



Pembagian Kitab dalam PL sesuai kanon:

Taurat
Terdiri dari 5 kitab: Kejadian, Keluaran, Bilangan, Imamat, Ulangan. Disebut juga Kitab Pentateuch (artinya lima volume). Penulisnya adalah Musa. Kitab Kejadian membicarakan permulaan dari segala sesuatu. Keempat kitab yang lain membicarakan hal permulaan bangsa Israel, sebuah bangsa yang dipilih Allah untuk menyatakan karya keselamatan-Nya bagi seluruh dunia.

Sejarah
Terdiri dari 12 kitab: Yosua, Hakim-hakim, Ruth, 1 Samuel, 2 Samuel, 1 Raja-raja, 2 Raja-raja, 1 Tawarikh, 2 Tawarikh, Ezra, Nehemia, dan Ester. Membicarakan tentang jatuh bangunnya bangsa Israel selama kurun waktu sekitar 1000 tahun:

*Israel menduduki Kanaan.
* Kebimbangan Israel di masa hakim-hakim.
* Kebangkitan Israel di masa Saul, Daud dan Salomo.
* kerajaan Israel yang terpecah setelah Salomo wafat: Kerajaan Utara, runtuh tahun 722 SM; dan Kerajaan Yehuda, runtuh sekitar seabad setelah itu. Tiga kitab terakhir (Ezra, Nehemia, dan Ester) mencatat sejarah kaum Israel yang tersisa setelah masa pembuangan di Babilonia.

Nyanyian
Terdiri dari 5 kitab: Ayub, Mazmur, Amsal, Pengkhotbah dan Kidung Agung. Mereka disebut kitab nyanyian/puisi karena bentuk tulisannya memang demikian. Ciri khusus kitab puisi Ibrani adalah 'sense rhythm' atau pengulangan gagasan.

Nubuatan
Terdiri dari:

*5 kitab nabi besar: Yesaya, Yeremia, Ratapan, Yehezkiel dan Daniel.
*12 kitab nabi kecil: Hosea, Yoel, Amos, Obaja, Yunus, Mikha, Nahum, Habakuk, Zefanya, Hagai, Zakaria dan Maleakhi.

Para nabi ini muncul untuk menyuarakan Firman Tuhan, khususnya di masa pemberontakan, masa kemunduran dan jatuhnya kerajaan Israel dan Yehuda. Para nabi menyatakan tentang penghakiman dan pemulihan bagi dua kerajaan tersebut (Kerajaan Utara dan Yehuda).
Setelah Kitab Maleakhi, di antara PL dan PB (Perjanjian Baru), menjelang kelahiran Kristus, ada masa dimana Allah diam (tidak ada inspirasi) selama 400 tahun.


Kanon Perjanjian Baru (PB)
Setelah Tuhan Yesus naik ke surga, belum sebuah kitab pun ditulis mengenai diri dan ajaran-Nya, karena belum dirasa perlu – para saksi mata utama masih hidup. Jadi Injil masih dalam bentuk verbal, lisan; dari mulut ke mulut, oleh para rasul.

Seiring dengan berjalannya waktu, jumlah para saksi mata dan para rasul berkurang, dan semakin banyak ancaman pemberitaan ajaran-ajaran sesat. Pada masa itu banyak ditemukan tulisan-tulisan yang bercorak rohani, yang sebenarnya bukan Firman Allah. Oleh karena itu gereja merasakan pentingnya ditentukan kitab-kitab mana sajakah yang dapat diakui berotoritas sebagai Firman Allah. Kemudian para rasul mulai menuliskan surat-suratnya untuk para jemaat, lalu perlahan-lahan dibuat salinan surat-surat itu untuk berbagai gereja dan salinan itu dibacakan dalam pertemuan gereja (Kolose 4:16;
1 Tesalonika 5:7, Wahyu 1:3). Tulisan-tulisan ini diinspirasikan oleh Allah (2 Petrus 1:20-21; Wahyu 22:18; Efesus 3:5).

Pada waktu yang bersamaan, ada orang-orang yang menulis kitab-kitab tentang Yesus dan surat-surat ke gereja-gereja, yang tidak termasuk kanon. Lambat- laun gereja-gereja mulai jelas mengenai kitab-kitab mana yang diinspirasikan oleh Roh Kudus.

Pada abad ke 2 kanon PB telah lengkap. Hal ini kita ketahui dari:

1. The Old Syriac – terjemahan PB pada abad kedua dalam bahasa Syria. Semua kitab ada, kecuali: 2 Petrus, 2 Yohanes, 3 Yohanes, Yudas, dan Wahyu.
2.Justin Martyr pada tahun 140 M. Semua kitab PB ada, kecuali: Filipi dan 1 Timotius.
3. The Old Latin – sebuah terjemahan sebelum tahun 200 M. Terkenal sebagai Alkitab dari gereja Barat. Semua PB ada, kecuali Ibrani, Yakobus, 1 Petrus dan 2 Petrus.
4. The Muration Canon pada tahun 170 M. Semua PB ada, kecuali: Ibrani, Yakobus, 1 Petrus dan 2 Petrus (sama dengan The Old Latin).
5.Codex Barococcio pada tahun 206 M. Semua kitab PL dan PB ada, kecuali: Ester dan Wahyu.
6. Polycarp pada tahun 150 M pernah mengutip: Matius, Yohanes, sepuluh surat Paulus, 1 Petrus, 1 Yohanes dan 2 Yohanes.
7. Irenaeus (murid Polycarp) pada tahun 170 M. Semua kitab PB ada, kecuali: Filemon, Yakobus, 2 Petrus, dan 3 Yohanes.
8.Origen pada sekitar tahun 230 M menulis daftar kitab-kitab PB, sebagai berikut: ke-4 Injil, Kisah Para Rasul, ke-13 surat-surat Paulus, 1 Petrus, 1 Yohanes dan Wahyu.
9. Eusebius di awal abad ke 4 menyebut semua kitab PB.
10. Pada tahun 367 M dalam Festal Letter yang ditulis oleh Athanasius, Bishop Alexandria, mencantumkan daftar 27 kitab-kitab PB.
11 Jerome pada tahun 382 M, Ruffinua pada tahun 390 M dan Augustine pada tahun 394 M mencatat kanon PB sebanyak 27 kitab.
12.Akhirnya pada tahun 397 M, konsili gereja di Carthago mengesahkan 27 kitab PB.

Gereja sebagai persekutuan orang-orang yang ditebus, yang beriman sungguh-sungguh di dalam Kristus bukan menentukan atau menciptakan kanon, tetapi gereja hanya mengesahkan kitab-kitab yang memiliki tanda kanonitas dan karena itu kitab-kitab tersebut memiliki otoritas dalam gereja.



Pembagian kitab dalam PB sesuai kanon:

Injil
Terdiri dari empat kitab: Matius, Markus, Lukas, dan Yohanes. Mencatat tentang kehidupan dan pelayanan Yesus selama di dunia. Matius menekankan Yesus sebagai raja, Markus menekankan Yesus sebagai hamba, Lukas menekankan Yesus sebagai manusia, Yohanes menekankan Yesus sebagai Anak Allah. Meskipun keempat penulis mempunyai penekanan yang berbeda-beda, tetapi tulisan-tulisan mereka satu dengan yang lain tetap harmonis.

Sejarah
Terdiri dari satu kitab, yaitu Kitab Para Rasul. Mencatat perkembangan kekristenan setelah kenaikan Yesus.

Surat-surat
Terdiri dari:
*14 surat Paulus: Roma, 1 Korintus, 2 Korintus, Galatia, Efesus, Filipi, Kolose, 1 Tesalonika, 2 Tesalonika, 1 Timotius, 2 Timotius, Titus, Filemon, dan Ibrani.
*7 surat bukan dari Paulus : Yakobus, 1 Petrus, 2 Petrus, 1 Yohanes, 2 Yohanes, 3 Yohanes, dan Yudas.

Kitab Apokaliptik
Terdiri satu kitab, yaitu Wahyu. Kitab ini merupakan kitab terklimaks dalam Alkitab, memberi kita gambaran mengenai masa yang akan datang dan penggenapan sejarah pada saat kedatangan Kristus yang kedua kali sebagai Hakim yang Agung.

Alkitab (PL dan PB) sebagai Firman Allah
Alkitab adalah Firman Allah, oleh karena itu Alkitab memiliki beberapa karakteristik yang tidak dimiliki oleh kitab-kitab manapun:

Berkuasa
Alkitab berkuasa dan memiliki wibawa tertinggi bagi kehidupan manusia. Alkitab menyatakan apa yang benar dan salah secara mutlak, sehingga manusia wajib mempercayai dan mengikutinya.
Cukup
Alkitab cukup untuk menyatakan kehendak Allah kepada manusia sesuai dengan yang Allah nyatakan. Alkitab tidak perlu ditambah atau dikurangi. Tidak ada kitab lain yang memiliki nilai otoritas dan kuasa yang setara dengan Alkitab. Tidak ada ayat di dalam Alkitab yang boleh dibuang dan dinyatakan tidak berlaku sampai akhir dunia ini.
Tidak bisa khilaf (infallible)
Karena Alkitab merupakan Firman Allah yang dituliskan melalui pengilhaman Roh Kudus, maka Alkitab tidak bersalah sedikit pun (tidak mungkin menyesatkan/khilaf) dalam maksud dan ajarannya.
Tidak bisa salah (inerrancy)
Alkitab tidak bisa salah karena bukan produk manusia. Alkitab diilhamkan oleh Allah yang Maha Benar sendiri dan Roh Kudus turut berperan dalam penulisannya. Karena itu Alkitab tidak bisa salah dalam ajaran, maksud dan juga kalimat-kalimatnya (baik secara geografis, historis, maupun teologis). Pemahaman ini khususnya menunjuk pada setiap huruf pada naskah asli Alkitab, yang tidak bersalah hingga detil terkecil.

Alkitab dan Inspirasi

Inspirasi Alkitab
Inspirasi berarti proses dimana Allah campur-tangan terhadap para penulis Alkitab melalui pekerjaan Roh Kudus atas diri penulis, sehingga apa yang mereka tulis merupakan kata-kata asli mereka, tetapi sekaligus juga merupakan catatan yang akurat dari wahyu Allah yang tidak mengandung kesalahan. Bukan seperti seorang sekretaris yang secara mekanis didikte oleh atasannya untuk mengetik surat, tapi dengan berbagai cara yang Allah gunakan untuk memberikan Firman-Nya kepada manusia (2 Timotius 3:16; 2 Petrus 1:20-21).
Dalam 2 Timotius 3:16 tertulis: Segala tulisan yang diilhamkan Allah memang bermanfaat untuk mengajar, untuk menyatakan kesalahan, untuk memperbaiki kelakuan dan untuk mendidik orang dalam kebenaran.
Dalam bahasa Inggrisnya: “All Scripture is God breathed and is useful for teaching,.."
Kata God breathed di sini berarti sebagai 'penghembusan' (peniupan nafas) Ilahi kepada seorang manusia melalui Roh Kudus, yang mengakibatkan seorang tersebut berbicara atau menulis dengan kualitas, penglihatan, ketetapan dan otoritas yang tidak mungkin ada dalam kalimat atau tulisan orang lain yang tidak digerakkan Roh Kudus. Di sini Allah menafaskan Firman-Nya. Dengan demikian, maka pengarang Alkitab itu Allah sendiri. Alkitab bukan berisi Firman Allah, melainkan Alkitab sendiri adalah Firman Allah.
Jadi meskipun Alkitab dituliskan oleh tangan-tangan manusia biasa, tetapi sumber tertinggi adalah Allah sendiri (2 Petrus 1:21). Para penulis itu digerakkan oleh inisiatif Roh Kudus, mereka tidak sanggup menolak gerakan Allah untuk berkata-kata dan menuliskan Firman-Nya (Yeremia 20:9; Amos 3:8).

Walaupun Allah mengontrol penulisnya, sehingga apa yang ditulis mereka hanyalah apa yang dikehendaki-Nya, para penulis tetap menggunakan pikiran dan kepribadian mereka sendiri selama proses penulisan tersebut. Hal ini begitu jelas terlihat dalam perbedaan gaya tulisan dan pendekatan yang digunakan masing-masing penulis tersebut.

Melalui keunikan pribadi penulis tersebut, Allah tetap dapat menyampaikan Firman-Nya. Dengan demikian wajar bila di dalam Alkitab termuat hal-hal yang cukup membuat para intelektual terpesona dan kagum, tetapi orang-orang biasa pun tetap dapat membaca dan memahaminya, dan bila dibaca dengan hati yang hormat pada Allah, mereka akan menemukan Allah sendiri di dalamnya.

Ketika kita membaca bagian-bagian Alkitab, kita tidak boleh melepaskan bagian tersebut dari konteksnya. Kita harus mencari apa yang ingin Allah ajarkan pada bagian-bagian tersebut. Alkitab bahkan tidak menutup-nutupi dosa para tokoh yang dipakai Allah, misalnya: Daud yang berzinah dengan Betsyeba dan membunuh Uria (2 Samuel 11), Yunus yang melarikan diri dari tugas yang diberikan Allah (Yunus 1:1-3). Hal-hal ini menunjukkan kejujuran Alkitab.

Inti berita yang Alkitab sampaikan adalah:

*Manusia diciptakan segambar Allah untuk tujuan yang mulia (Kejadian 1:26-28; Yohanes 10:10; Efesus 2:10)
*Manusia jatuh ke dalam dosa karena telah melanggar Firman Allah dan akibatnya adalah: kematian rohani, manusia terputus hubungan dari Allah, dan akhirnya manusia akan mengalami maut, kematian kekal. Namun Allah telah menjanjikan anugerah keselamatan (Kejadian 3; Roma 3:23; Roma 6:23)
*Karena kasih-Nya, Allah telah memberikan Putra-Nya, Yesus Kristus, untuk mati menebus manusia yang mau percaya kepada-Nya, dan bangkit untuk menyediakan tempat bagi mereka (Roma 8:1)
*Kristus akan datang lagi di akhir jaman, sebagai Hakim Agung atas dunia ini.

DOGMATIKA


PENDAHULUAN
Definisi Istilah
Istilah “dogma” berasal dari kata Yunani dan Latin, yang berarti “hal yang dipegang sebagai suatu opini” atau bisa juga menunjuk pada “suatu doktrin atau badan dari doktrin-doktrin teologi dan agama yang secara formal dinyatakan dan diproklamasikan sebagai suatu yang berotoritas oleh gereja.” Istilah ini bukanlah istilah yang asing bagi Alkitab sebab dalam Perjanjian Baru ada beberapa ayat yang menyebutkan kata dogma, dengan berbagai variasi pengertian. Enam di antaranya adalah:
 Lukas 2:1; Kisah Para Rasul 17:7; Ibrani 11:23 dengan arti ketetapan, perintah dari kaisar atau raja
 Efesus 2:15; Kolose 2:14 dengan arti perintah hukum, ketentuan hukum, yang berasal dari Musa
 Kisah 16:4 dengan arti keputusan Kristen
Dalam ayat Kisah 16:4 dijelaskan oleh Lukas bahwa Paulus dan Silas berjalan keliling di Asia dari kota ke kota sambil menyampaikan dogmata (keputusan-keputusan) yang diambil oleh para rasul dan para penatua di Yerusalem dengan pesan supaya jemaat menurutinya. Keputusan-keputusan ini menyangkut baik “ajaran Kristen,” yaitu kebebasan dari kuk Hukum Musa yang telah digenapi oleh Yesus Kristus maupun “kehidupan Kristen,” yakni menjauhkan diri dari makanan yang telah dicemarkan berhala-berhala, dari percabulkan, dari daging binatang yang mati lemas dan dari darah (bandingkan Kisah Para Rasul 15:20, 29).
Pengakuan Petrus yang dicatat dalam Matius 16:16 pun dapat dikatagorikan sebagai dogma. Ia menyatakan Yesus adalah Kristus, Anak Allah yang hidup ketika Yesus bertanya kepada murid-murid siapa Ia di mata mereka. Jawaban Petrus ini merupakan suatu konfesi dalam bentuk yang pendek dan sederhana. Dengan seiring perjalanan waktu, dogma tidaklah mungkin lagi seperti itu. Terjadi perkembangan dalam dogmatika yang disesuaikan dengan situasi dan kondisi yang ditemui.

Sejarah Perkembangan Dogmatika
Istilah “dogmatika” diperkenalkan pertama kali pada abad ke-17, tepatnya tahun 1659, ketika L. Fr. Reinhart menulis sebuah buku teologis yang berjudul Synopsis Teologie ae (Ikhtisar Teologi Dogmatis). Pada awalnya apa yang disebut dogmatika pada saat ini memiliki berbagai istilah, tergantung pada individu yang mengembangkannya.
Pada perkembangan selanjutnya, di abad kedelapan belas, S. J. Baumgarten menerbitkan bukunya dengan judul Evangelische Glaubenslehre (Ajaran Iman Evangelis 1759-1760), yang memperkenalkan nama “ajaran iman,” yang lalu diikuti oleh F. D. E. Schleiermacher, penulis buku Der Christliche Glaube (Iman Kristen I, II) tahun 1821-1822.
Bapak-bapak Rasuli dan kaum apologet abad kedua dan abad ketiga sesudah Kristus secara langsung memihak kepada penggunaan kata dogma yang nyata dalam Kisah Para Rasul 16:4. Mereka juga tidak hanya menghubungkan kata ini dengan “ajaran Kristen”, melainkan juga dengan “kehidupan Kristen.”
Namun kemudian dalam perkembangan selanjutnya, kata “dogma” lebih sering dihubungkan dengan “ajaran Kristen” bahkan “ajaran gereja-gereja” daripada “kehidupan Kristen.” Terjadi suatu proses yang menyebabkan terjadinya pemisahan yang hebat antara “kehidupan” dan “ajaran” bahkan antara “praktek” dan “teori” dan menyamaratakan dogma dengan “ajaran gereja.” Hal ini tampak jelas terutama di dalam gereja Katolik Roma. Dalam karangan I Klug umpamanya, seorang teolog Roma yang termasyur pada masa antara perang dunia yang pertama dan yang kedua, ia mendefinisikan dogma sebagai “sebuah dalil yang dinyatakan oleh gereja sebagai kebenaran wahyu dan yang pada waktu yang sama dirumuskan.”

Tempat Dogmatika Di Dalam Seluruh Ilmu Teologi
Dogmatika dapat diumpamakan sebagai ranting dalam “pohon” ilmu teologi. Ada banyak ranting di dalam “pohon” tersebut yang juga disebut teologi sehingga masing-masing ranting itu kemudian perlu memakai nama sifat, umpamanya historika, praktika dan lain-lain. Maka nama-nama ini disebut teologi historika, teologi praktika, teologi biblika, teologi dogmatika dan sebagainya.
Istilah “dogmatika” maupun “teologi” sering dipertukarkan dan dikacaukan dalam penggunaannya sehingga terjadi kerancuan. Padahal dalam bentuk yang sederhananya, istilah ini artinya “perintah”, “ketetapan,” “keputusan,” “resolusi,” “doktrin,” “opini” dan “azas.” Kata kerja dalam bahasa Yunani untuk istilah “dogma” ini adalah dogmatizo, artinya menetapkan atau menitahkan.
Sumber dogmatika adalah Alkitab, seperti halnya juga dengan teologia. Tapi penekanan dalam dogmatika adalah penetapan atau keputusan gereja tentang pokok-pokok ajaran Kristen. Itu sebabnya denominasi-denominasi gereja dapat memiliki dogma masing-masing yang berbeda dan bahkan mungkin ada bagian-bagian yang bertentangan. Sedangkan teologia mempunyai cakupan yang lebih luas dibandingkan dengan dogmatika sebab tidak dibatasi oleh tembok-tembok denominasi. Karena itu dalam perkembangan kemudian, dogmatika diterima sebagai suatu cabang dari teologi.

Metode Dogmatika
Metode yang harus dipakai dalam merumuskan dan mempelajari dogma adalah sebagai berikut:
1) Memandang Kitab Suci sebagai sumber dogmatika.
2) Tidak objektif. Ada pautan, penunjuk arah yang harus dipakai oleh penyelidik dogmatika, yaitu pengakuan gereja, agar tidak sia-sia saja dan agar dogmatika dapat memperkaya pengakuan-pengakuan gereja dan tidak malah mempermiskinkannya. Meskipun, kalau perlu, pengakuan dapat dikritik jua.
3) Orang yang mengerjakan juga harus dipandang penting. Dengan singkat harus dinyatakan, bahwa orang yang menyelidiki dogmatika harus percaya akan Kitab Suci sebagai firman Tuhan. Metode yang dianjurkan banyak orang dan yang kelihatannya secara ilmiah, yaitu dengan dasar keobjektifan sebenarnya tidak mungkin dipakai sebab:
a) Keobjektifan di dalam agama tidak mungkin. Kita tak dapat berdiri di luar segala agama, kemudian menyelidiki agama itu.
b) Orang yang tidak percaya tidak dapat membicarakan kepercayaan
c) Cara objektif merendahkan penyataan Tuhan sebab menjadikan pernyataan ini relatif. Dengan demikian kesimpulan dapat ditarik, bahwa orang yang mempelajari dogmatika itu harus orang yang percaya akan Kitab Suci sebagai Firman Tuhan.