B. Asal Mula
Kata Injil berasal dari bahasa Yunani. Asal katanya adalah euaggelion. Dalam bahasa Yunani berarti hadiah, yang diberikan kepada orang yang mendengarkan berita gembira.Bahasa Yunani bukan bahasa Yesus sendiri tetapi bahasa kaumnya. Pada waktu itu ia sendiri menggunakan bahasa Aramea. Jadi kata Injil tidak pernah disebutkan dalam risalah Yesus atau pada kitab sucinya. Tetapi mungkin kata "berita gembira" atau yang menyerupainya dalam bahasa Aramea. Bahasa itu masih bersaudara dengan bahasa Arab dan bahasa Ibrani.
• Dalam Perjanjian Baru kata Injil disebutkan beberapa kali, tapi bukan dalam arti kitab. Hanya dalam arti kabar gembira atau kabar baik. Penggunaan kata Injil sebagai kitab suci yang dibawa Yesus baru digunakan pada pertengahan abad kedua Masehi. Ini berarti sesudah Yesus wafat seratusan tahun kemudian.Umat Nasrani pada masa itu tidak memiliki keseragaman pendapat. Secara garis besar jemaat Nasrani terpecah menjadi dua golongan besar, yaitu Nasrani bertradisi Yahudi dan Nasrani bertradisi Yunani. Nasrani bertradisi Yunani inilah yang nantinya menjadi akar tumbuhnya umat Kristen di masa depan. Dalam hal ini Dr. C. Groenen ofm dalam bukunya 'Sejarah dogma Kristologi' mengungkapkan:
• Justru orang Yahudi yang berkebudayaan Yunani (diistilahkan: Helenis) sekitar tahun 40 mulai menyebarkan iman kepercayaan Nasrani di luar Palestina, tidak hanya di Samaria, tetapi juga di daerah Syiria, Mesir, dan Afrika Utara. Dan pewartaan juga diarahkan kepada orang bukan Yahudi, yang 'Yunani' tanpa latar belakang tradisi Yahudi, seperti halnya dengan orang Yahudi yang berkebudayaan Yunani di Diaspora. Akibatnya: pengaruh alam pikiran Yunani atas refleksi umat mengenai iman kepercayaannya bertambah besar dan kuat. Dua-tiga generasi Kristen pertama tentu tidak seluruhnya lepas dari asal-usulnya, lingkup Yahudi pribumi. Tetapi asal-usul itu semakin bergabung dengan alam pikiran Yunani dan akhirnya unsur Yunani menjadi unsur utama dalam pemikiran umat Nasrani.
Alam pikiran Yunani pada awal tarikh Masehi memang serba sinkretis. Di dalamnya terserap bermacam-macam unsur dari kebudayaan-kebudayaan lain, tetapi secara dasariah alam pikiran itu tetap Yunani. Sinkretisme itu meliputi segala sesuatu dan boleh dikatakan terutama pemikiran religiuslah yang serba sinkretis. Segala apa dicampuradukkan melebur menjadi satu, tetapi sekaligus kabur tidak keruan. Dan di samping sinkretisme populer itu masih ada aliran filsafat bermacam-macam, yang berpangkal pada tokoh-tokoh seperti Plato, Aristoteles, Epikurus, Zenon (Stoa), Diogenes dan sebagainya. Dan filsafat itu sedikit banyak 'merakyat' ke mana-mana dan juga bercampur aduk. Orang-orang Yahudi di Diaspora, yang berkebudayaan Yunani tentu saja tidak terluput dari sinkretisme umum itu."
Tidak ada komentar:
Posting Komentar